Text
Akulah Bandar Naira
Namaku Cengke, aku seekor elang laut dada putih. Di udara, tak ada yang bisa menyaingi keperkasaanku. Bentangan sayapku bisa sepanjang tiga meter. Kecepatanku terbang mencapai 115 kilometer per jam. Sungguh, tidak ada yang lebih perkasa di angkasa.
Habitatku di sebuah kepulauan. Banyak juga orang menyebutku Elang Banda. Ya, asalku dari Kepulauan Banda. Gugusan pulau tiada tandingannya di dunia. Sebuah negeri sarat sejarah. Penuh pesona. Penuh romantika. Penuh tragedi. Aku banyak merekam peristiwa. Aku banyak melihat kejadian. Aku banyak mendengar cerita. Semua bersumber pada butiran-butiran buah mungil.
Kulit luar laksana emas.
Kulit fuli laksana mirah.
Khasiatnya tak mengenal batas.
Aku sedang membicarakan buah pala. Mungkin hanya buah pala yang punya kekuatan mengubah jalannya sejarah. Buah mungil ini dulunya hanya tumbuh di kepulauan Banda. Bukti eksistensi tertua endapan buah pala ditemukan pada kepingan tembikar. Di Pulau Ai, salah satu pulau dalam Kepulauan Banda.
Dahulu, nilai satu gram pala di pasar dunia melebihi nilai satu gram emas. Ada juga yang menakar satu kilo buah pala sebanding dengan 14 ekor sapi. Buah sederhana ini terkenal multi-khasiat. Dagingnya banyak diolah menjadi selai atau pun manisan. Lapisan merah mengkilap melapisi biji disebut fuli, memiliki aroma lebih keras dibandingkan biji. Pala dan fuli banyak diminati. Para pedagang dari India dan Persia berdatangan membeli pala dan fuli. Iring-iringan karavan unta mengangkutnya melalui Konstantinopel ke daratan Eropa.
Aku menyaksikan Ratu Isabella dan suaminya Raja Ferdinand telah menyatukan Spanyol. Mereka berdua terpikat buah pala. Pasangan bangsawan ini membiayai biaya perjalanan Christopher Columbus untuk melacak keberadaannya. Columbus berjanji sepulang dari ekspedisi lautnya akan membawa harta karun berupa rempah dan sutra. Sudah suratan takdir kapal yang membawa Columbus melenceng di lautan. Tersesat dan mendarat di Benua Amerika.
Tidak tersedia versi lain